Sabtu, 31 Desember 2011

Tahun baru apa bedanya dengan tahun lama

Sejak kecil saya tidak pernah menganggap bahwa pergantian tahun masehi adalah sesuatu yang harus dirayakan. Jarang sekali saya dengan keluarga merayakan tahun baru. Yang biasa kami lakukan pada tanggal 31 Desember adalah tidur sedikit lebih malam, sambil nonton tv , lalu satu-satu undur diri ke kamar masing-masing. Ah ya...saya ingat satu kebiasaan saya waktu kecil pada malam pergantian tahun, biasanya ibu akan membangunkan saya tepat jam 12 malam, dan saya akan berlari ke luar rumah, mengambil terompet yang sudah bapak belikan, lalu saya tiup kencang-kencang di halaman. Setelah itu saya akan kembali ke kamar saya, dan sudah...tidur lagi . Tahun berlalu, dan saya tetap tidak menganggap tahun baru itu spesial. Mungkin pada saat saya kuliah saya biasa menghabiskannya bersama teman-teman. Atau seperti tahun kemarin, saya jalan-jalan nekad ke Jogja bersama salah seorang sahabat. Tapi tetap...tahun baru, bagi saya hanya seperti pergantian malam saja, plus perubahan angka pada kalender.
Saya tidak pernah membuat resolusi tahun baru....or maybe i stop making resolution since i know that i wont ever be able to keep on my plan for a year. I always have plan B while i never finish plan A. My life for me is a a dynamic changing every single day. Banyak maunya...tapi tidak merasa perlu bersusah-susah menyelesaikan rencana awal jika saya tahu it doesn’t work well. Galau ya hidup saya??? Hehe...
Bagi saya berubah tidak perlu menunggu tahun yang baru. Mengutip ungkapan Aa Gym...mulailah dari hal kecil, dan mulailah dari sekarang. Mungkin untuk sebagian orang, mereka perlu sebuah momen untuk memulai, dan momen itu adalah tahun baru. Well, nothing wrong with it, tapi bergeraklah menuju lebih baik, maju... bukan mundur.
So...happy new year folks....may it will be another good year for us, never regret your life...semua pengalaman, kenangan, cerita, sedih, bahagia, itu semua membentuk kamu yang ada hari ini. Life is the most harsh but best teacher also.

Rabu, 28 Desember 2011

Di suatu Sore di Sanggar Senam

(catatan ini saya buat hampir setahun yang lalu, saat ada teman saya yang lagi semanget banget mengolah tubuh...enjoy it)
Lagi nemenin temen senam aerobik nih. Saya sih nggak ikut, dulu pernah nyoba, tapi berhenti setelah hitungan jari kiri aja karena saya dan senam ternyata emang tidak ditakdirkan untuk bersama. Badan saya kaku, dan saya bukan pecinta kegiatan olahraga kecuali kegiatan nonton bulutangkis, formula one dan sepakbola dapat digolongkan sebagai berolahraga. Jadi inget dulu waktu kecil sering banget nemenin mamah senam (sekali lagi, cuma nemenin yang disama dengankan dengan nonton orang senam, tapi nggak pernah tertarik untuk ikut bergerak) dan dari pengamatan saya selama bertahun-tahun itu saya jadi bisa menggolongkan orang-orang yang ikut senam berdasarkan posisi mereka di tempat senam :
1. garis depan (satu sampe dua baris di belakang instruktur senam). Orang-orang yang ngambil posisi di depan adalah orang-orang yang paling niat untuk ikut senam. Biasanya orang-orang ini udah lama ikut senam atau emang niat banget pengen punya body ideal. Mereka udah apal mati sama gerakan-gerakan instruktur, gerakannya juga udah luwes. Atau bisa jadi mereka pengen banget ngurusin badan dan ngikutin kegiatan ini mulai dari pemanasan sampe pendinginan walau badan masih kaku.
2. baris tengah. Nah orang-orang yang berdiri di posisi tengah ini kadang niat kadang nggak. Biasanya setengah jalan senam ada yang istirahat dulu, duduk-duduk, ngambil minum,ngelap badan atau yang paling ekstrim ngobrol sama penjaga tempat senam (ini kejadian nyata, baru aja saya liat), tapi biasanya nanti mereka balik ke posisi awal kok.
3. garis belakang. Orang-orang baru, orang-orang yang ga punya bakat senam aka badan kaku (seperti saya), orang-orang yang telat datang, nah.....di sini nih orang-orang itu berkumpul. Untuk orang-orang baru, mungkin karena masih malu-malu untuk langsung ambil posisi depan, kalo yang badannya kaku, niat pengen senam, tapi nggak pede sama goyangan kakunya, kalo yang dateng telat mah emang udah hukum alam, harus dapet barisan belakang. Btw, orang-orang yang berdiri di posisi belakang ini juga yang keringetnya paling dikit lho,ga tau napa...we should do some research to make a scientific report about it.

Selasa, 15 November 2011

Maunya Nanti

Maunya nanti kalo kita tua
Kita tinggal di desa di kaki Gunung Merapi (mudah-mudahan ga sering meletus ya)

Kalo Anak-anak berangkat sekolah
Kita anterin naik sepeda motor ke tengah kota

Kalo hari libur kita jalan-jalan ke Parangtritis atau shopping di Beringharjo

Kalo malam kita masih bisa denger suara jangkrik di depan rumah sambil minum kopi ditemani lagu keroncong

Kalo lebaran kita kumpul di rumah si mbah di Sleman bareng sodara-sodara yg segambreng itu

Kalo ingin anak kita belajar sejarah
Kita ajak mereka ke Keraton trus kita kenalin sama Sri Sultan Hamengku Buwono IX, sultan, wakil presiden dan pahlawan nasional


Kalo anak-anak mau belajar warisan dunia
Kita ajak ke Borobudur dan prambanan aja, supaya mereka tahu bahwa kita bangsa berbudaya tinggi

Kalo pengen mengenang masa muda dulu, kita jalan-jalan malam berdua di malioboro,trus duduk2 di depan Gedung Agung sambil ngeliatin turis hilir mudik

Kalo sodara-sodara kita dari luar kota mau foto-foto,
ah bagian mana sih dari kota kita ini yang tidak layak dijadikan objek foto? Bawa saja ke benteng vrederburg atau gedung bank indonesia...viewnya cantik sekali.
......hmmm what a life :))

Lagi kangen Yogya....a city where i want to spend the rest of my life there...

Rabu, 09 November 2011

Beruntung Pernah Hidup di Asrama



Juni 2003, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di asrama putri TPB IPB, tepatnya di gedung A2 lantai 2 kamar 248. Saya tidak pernah ingat tanggal pastinya, tapi yang pasti, saya ingat situasi saat itu, siang hari, terik, masih jadi calon mahasiswi culun bersepatu kuning (yeah norak, I know it ). Suasananya ramai riuh rendah oleh ribuan mahasiswi dari seluruh penjuru Indonesia plus keluarga (Seriously...kelak saya tahu disinilah satu-satunya tempat di mana saya punya teman mulai dari Aceh sampai Nusa Tenggara sana). Siang itu juga saya langsung menghuni kamar 248 itu, bersama 2 orang lainnya : Okpi dari Bogor, dan Vina dari Banjarnegara, satu rekan lainnya baru bergabung satu bulan kemudian, namanya Melly dari Padang.
Kamar kami terdiri dari 2 tempat tidur bertingkat 2, lemari dan meja belajar. Malam pertama menghuni, rasanya aneh, gamang, shock juga. Gak bisa nangis di malam pertama, karena saya pikir saat itu mamah masih di bogor belum pulang ke malang jadi rasanya hanya seperti acara menginap di rumah saudara saat liburan, besok sudah kembali ke kehangatan rumah. Baru nangis sembunyi-sembunyi setelah malam kedua hingga ketujuh, pertama kalinya mengurus diri sendiri. Mulai dari bangun pagi sampai tidur malam.
Setahun di asrama rasanya lebih banyak cerita lucu dan menyenangkan ketimbang cerita buruk. Semua dikerjain rame-rame oleh minimal tiga orang. Mulai dari bergadang rame-rame, cuma tidur 2 jam pas ospek gara-gara ngerjain tugas yang kalo sekarang dipikir-pikir berasa aneh, dan gak masuk akal. Ngerjain temen satu lorong yang ulang tahun. Nonton AFI (Akademi Fantasi Indosiar-waktu itu lagi happening banget) di asrama sebelah gara-gara TV di asrama sendiri gak bisa nangkep Indosiar. Nonton berjamaah At The Dolphin Bay (film seri mandarin yang juga happening banget) sampe rela lari-lari dari kampus biar dapet posisi PEWE di depan tv-maklum satu lantai asrama yang dihuni 200an mahasisiwi cuma difasilitasi satu unit teve 20 inci-. Ngecengin pak satpam ganteng yang disinyalir mahasiswa yang kerja sampingan (haha...bego banget). Rame-rame makan di kantin asrama sebelah gara-gara kantin asrama sendiri masakannya gak enak. Maen kartu gaya siskamling sampe disangka lagi judi dan di-istigfar-in sama kakak Senior Residen-SR-(pengawas asrama, diambil dari kakak-kakak kelas yang rela ngurus junior-juniornya yang bangor banget). Nangis bareng pas ada acara muhasabah di asrama, inget keluarga yang nun jauh di kampung halaman. Oon bareng gara-gara nggak pernah berhasil dapet minimal B kalo ujian kalkulus. Nyuci bareng, mandi bareng, belajar bareng. Duh...kok jadi kangen ya sama temen-temen asrama?? Semua temen lorong 9 yang geblek bareng jaman TPB.
Dulu, sempet merutuk saat masuk asrama, tapi sekarang merasa beruntung banget, karena lewat asrama saya belajar untuk jadi anak yang mandiri dan kuat. Saya beruntung pernah masuk asrama karena kebiasa mengurus seluruh keperluan sendiri. Nyuci baju, makan, nyetrika, menggiring galon (jadi kalo mo ngambil air galon, harus melewati lorong-lorong berbentuk U dengan cara galon direbahkan dan didorong pake kaki), rela naek turun KRL ekonomi JKT_BGR ke rumah sepupu di jakarta gara-gara takut ditinggal sendiri di asrama, sampe ga punya duit karena kiriman ortu telat sehingga merogoh-rogoh seluruh kantong celana jeans dan kemeja sampe kekumpul 8000 perak pun pernah terjadi. Jadi saya benci banget sama orang yang gampang merengek dan mengeluh plus selalu minta dilayani, because you know what? You never know how difficult it was when you live by yourself and so far away from your comfort zone. Berusaha belajar bertanggung jawab pada diri sendiri demi membanggakan kedua orang tua yang memeras tenaga demi keberhasilan anak-anaknya.

Untuk seluruh angkatan 40-2003 IPB, kangen masa-masa itu..........8 tahun yang lalu.

Senin, 07 November 2011

Dari Kamu, Aku Belajar

Kamu tidak pernah berniat untuk memberikanku pelajaran apapun. Bahkan dalam banyak hal, kamu bukanlah contoh yang baik dalam hidup aku. Kamu pemalas, sombong, irresponsible, banyak omong,....begitu mudah aku menyebut semua kelemahanmu, dan hanya secuil kelebihan yang kamu miliki...kamu bisa buat aku tersenyum sendiri sepanjang hari, dan aku tahu aku mungkin sudah jatuh cinta padamu jauh sebelum aku menyadarinya.
Kamu tidak mencintaiku. Itu satu hal yang aku tahu pasti. Dan karena itu aku belajar.....belajar untuk tidak berharap, bahwa sebesar apapun rasa cinta aku sama kamu, kamu bahkan tidak akan pernah mengingatku sebanyak aku mengingatmu dalam setiap helaan napasku.aku belajar untuk mencintai dalam diam, bahwa sebesar apapun aku menginginkanmu di sini selamanya bersamaku, aku tidak akan pernah bisa mengatakannya padamu.dan kamu tidak akan pernah ada di sini di sampingku. Semua tersimpan rapi dalam hatiku
Darimu aku belajar....untuk tersenyum bahkan disaat tidak ada bahagia denganmu yang bisa kujelang. Karena aku mungkin dengan sendirinya sudah paham dan mengerti tentang arti mengikhlaskan. Mungkin saat kamu sudah berlalu dan tinggal kenangan di sini, di hati...kamu akan selalu jadi ingatan indah, tempat aku belajar untuk jadi dewasa dan manusia yang lebih baik. Terima kasih cinta, karena sudah hadir di sini, saat ini, untuk selamanya....

Selasa, 04 Oktober 2011

Separation


Perpisahan itu seperti pensieve
seperti Dumbledore menarik benang-benang ingatan dari otaknya ke dalam botol,
dan jika dia mau, dia tinggal menuangkan ingatannya ke pensieve
Perpisahan bukan berarti melupakan
perpisahan hanya menempatkan semua kenangan dalam sebuah kotak
dan kelak jika rasa sakit yang menyayat hati itu memudar menjadi hanya sengatan kecil di hatimu
kau akan mampu membuka kotak itu
dan menyadari bahwa semua yang kau simpan dalam kotak itulah yang menjadikan dirimu sekarang
yang memberimu pelajaran berharga bernama hidup
perpisahan jelas menyakitkan
namun bukan untuk saling menyakiti
tapi memberi kesempatan bagi masing-masing
untuk berhenti saling melukai
perpisahan seharusnya menjadi pembaik hidup
bukan menjadi penurun derajatmu sebagai manusia

Telepon dari Si Pacar

pernah mengalami kejadian ini:
suatu hari kamu sedang makan siang bersama beberapa teman kantor. tiba2 salah satu telepon seluler teman kamu yg berjenis kelamin pria berbunyi. dari pacarnya...
kamu curi-curi dengar pembicaraannya. mungkin di seberang sana si pacar bertanya:
pacar: pergi sama siapa?
teman kamu: sama anak2 kantor yang
pacar: kok aku denger suara perempuan
teman kamu:iyalah kita kan pergi rame2, nih ada bu dian, bu rahmi, dst (oh ya teman kamu menegaskan kata BU....seolah kamu ibu-ibu berusia 40 taun dan beranak 4)
pacar: kamu boong ya..pasti temen2 kantor kamu yg perempuan cantik2 (yaelah emang napa kalo kita cantik-cantik??? emang pacar situ asthon kutcher??)
teman kamu: ngga lah yang, nih kalo kamu ga percaya, ngomong satu2 ya sama temen aku
pacar: iya-iya, aku percaya kok sama kamu yang (perempuan gampang diboongin)

Jumat, 01 April 2011

Mengapa Kamu Lantas Berselingkuh?


Tertarik untuk nulis ini gara-gara baca bukunya Indra Herlambang “Kicau Kacau”. Di salah satu judulnya dia bilang karena ada proses kimia yang berlangsung saat seorang pria bertemu dengan wanita dan sayangnya that chemistry moment nggak seketika hilang saat kamu menikah dan hal itu yang menyebabkan married woman/man (how to say it in bahasa ya? Pria/wanita menikah?? Kok janggal ya?) kemudian bisa jatuh hati lagi berkali-kali setelah menikah dengan orang-orang yang berbeda.

Jadi kalo memang reaksi kimia itu nggak berakhir saat kamu bahkan sudah menikah apakah hal itu lantas melegalkan perselingkuhan?? Oke enyahkan jauh-jauh masalah moral dan agama, toh banyak orang-orang alim dan ngakunya bermoral yang ternyata hobi selingkuh. Saat kamu menikah seharusnya kamu sudah siap berkomitmen pada diri sendiri untuk setia hanya pada satu pasangan saja. Tidak ada orang yang perlu menilai kemampuan kamu untuk melaksanakan komitmen itu kecuali diri kamu sendiri. Dan saat kamu berselingkuh kemudian berkaca di depan cermin, really see yourself deep inside, sadarkah kamu bahwa kamu telah mengkhianati diri kamu sendiri? Tidak ada orang yang lebih buruk daripada mereka yang berkhianat pada diri sendiri.

Satu lagi yang mengganggu pikiran saya. Sampai sebatas mana kamu dikatakan sedang berselingkuh atau tidak. Saya mengenal dua orang pria dan wanita. Si wanita sudah menikah, muda, cantik rupawan (sebut saja namanya Kirana), si pria sudah pula berkeluarga dengan istri baik hati dan anak-anak yang lucu (kita panggil dia Gilang). Suatu hari saya menemukan foto Kirana di laci Gilang (mana ada perempuan yang hanya berteman biasa saja dengan seorang pria sampai memberikan fotonya yang paling ayu, kalau saya sih nggak pernah) dan...oh ya sebelum itu kami pernah pergi ramai-ramai, dan saya secara tak sengaja melihat dari kaca etalase toko, mereka berdua yang jalan di sebelah saya berpegangan tangan, hanya dalam hitungan satu-dua detik, but it means a lot (buat saya yang radar sok tahunya sensitif sekali). Tak lama setelah itu saya kerap kali menemukan si pria sedang berbicara di telepon dengan raut wajah dan nada bicara yang berbeda dengan jika dia bicara dengan sang istri. Selalu di rentang jam yang sama setiap harinya. Dua kali saya menemukan nama Kirana dalam daftar panggilan tak terjawab ponsel Gilang. (anyway...ini real story lho, cuma ada beberapa segmen cerita yang saya belokkan tanpa mengubah esensi kisah ini )

Saya sering kemudian bertanya-tanya pada diri sendiri? Apakah ini yang dinamakan berkhianat terhadap pasangan masing-masing? Entahlah, saya tidak tahu sampai sejauh mana batasan berselingkuh. Saya belum pernah (dan jangan sampai pernah) berselingkuh. Jika itu benar terjadi saya sungguh menyayangkan kedua orang yang saya kenal dengan baik. Saya menyayangkan si pria karena dia pernah menjadi gambaran sempurna saya tentang sosok suami dan ayah yang baik. Saya menyayangkan si wanita karena usianya masih begitu muda. Seumur adik saya. Pada saat saya seumur dia, tak pernah terlintas di pikiran untuk “berteman” dengan pria yang jauh lebih tua. Saya belajar , saya bermain , saya bersuka cita menikmati usia-usia itu. Saya menyayangkan keluarga yang mereka miliki. Betap akan sangat tersakiti hati keluarga keduanya. May they won’t ever know it.

Ya sudahlah, kenapa pula saya harus memusingkan mereka? Toh mereka sendiri menikmati hubungan itu, dan tak merasa perlu untuk pusing-pusing seperti saya. Saya hanya berharap, suatu hari nanti, saat saya sudah siap berkomitmen pada diri sendiri dan suami, reaksi kimia pada orang yang salah itu tidak akan pernah mampu untuk membuat saya mengkhianati diri sendiri. I dont want to feel bad to myself. Mudah-mudahan chemistry saya dengan suami nanti akan mampu membuat saya jatuh cinta berkali-kali dengan hanya dia. Semoga...

Kamis, 24 Maret 2011

Indonesia yang tak Ramah dengan Pedestrian



Tiga alasan utama kenapa saya suka berjalan kaki:

1. saya nggak punya mobil
2. saya nggak bisa naek motor
3. saya cenderung endut, kalo nggak rajin jalan kaki, badan saya bisa bengkak kaya balon.

Tapi sayangnya, negara ini sangat tidak ramah dengan pejalan kaki. Hampir di semua ruang publik pejalan kaki tidak diberikan fasilitas memadai untuk berjalan. Ini beberapa alasan kenapa sangat tidak dianjurkan berjalan kaki di Indonesia :

1. Trotoar dipake pedagang kaki lima sehingga hanya menyisakan sedikit saja celah untuk berjalan, itupun kalo ngga diserobot pengemudi sepeda motor yang pengen nyalip jalan. Kalo kita pake bahu jalan, ujung-ujungnya malah diklakson atau bahkan ditabrak.

2.Polusi udara merajalela, semua senang buang emisi gas kendaraan bermotor mereka di jalan. Bukannya sehat, jalan kaki malah bikin bengek.

3. Kendaraan umum luar biasa banyaknya, dan kerap meneror kami yang gemar berjalan kaki untuk naik kendaraan mereka, entah itu dengan bunyi klakson (klakson seharusnya hanya dipakai pada saat darurat aja, bukan di sembarang tempat atau sembarang kesempatan, berisik tau!!), acungan jari telunjuk (just reminds me with Jacko) atau bahkan ditungguin di depan gang rumah sampe kita nggak enak sendiri dan mau nggak mau naek kendaraan itu daripada ngeliat tatapan jutek para penumpang di dalamnya yang dalam hati pasti menyumpah serapah: “sialan, udah ditungguin dari tadi bukannya naek”. Padahal kita udah jelas-jelas geleng-geleng kepala atau menggerak-gerakkan tangan tanda tak mau naik.

4. Satu lagi nih.... opini publik bahwa pejalan kaki kerap kali disamaratakan dengan orang nggak punya duit alias kere atau hemat (baca: pelit). Pernah nih waktu pulang kantor, pas mau balik ke kostan (dengan jalan kaki tentu saja) seorang teman dengan baik hatinya nawarin naek ojek bareng :

Teman saya : “ayo mbak, pulang bareng aku aja. Aku bayarin deh”

Saya (dengan senyum menderita): “ duluan aja, aku mau beli makan dulu”

Sori-sori jek ye...saya jalan kaki bukan karena nggak punya duit, tapi sayang aja menghabiskan 2 ribu rupiah sekali bonceng (berarti 4000 PP) untuk sebuah perjalanan yang kalo ditempuh dengan kaki hanya memakan waktu nggak lebih dari 10 menit. Coba kita berhitung :

1 hari :Rp 4000

25 hari kerja : Rp 4000 x 25 = 100.000

1 tahun kerja ; 100.000 X 12 = Rp 1.200.000

Keliatannya dikit, tapi kalo dikalkulasi secara menahun jadi banyak kan??

Jumat, 18 Maret 2011

Good Conversation with my dad....

Suatu hari seorang gadis sedang melakukan percakapan serius dengan bapaknya
tentang pria...



Bapak : “ sebaik-baiknya pria adalah mereka yang menghargai dan menghormati wanita sebagaimana mereka menghormati dan mengasihi ibunya”

Saya : ‘kalo aku ketemu cowok yang nggak kayak gitu gimana pak? Kalo ngomong suka seenak udelnya aja, nganggep remeh perempuan, suka merendahkan gimana?”

Bapak :” ah buang saja pria macam itu ke laut ndhuk. Karena wanita yang baik cuma untuk pria yang baik. Dia ndak baik buat kamu”

Saya : “ kalo pria kekanak-kanakan gimana pak’e? Terkadang dia bisa baik sekali sama aku, tapi kadang bisa jahat juga”

Bapak : “Bukan umur yang membuatmu bertumbuh dewasa, tapi keadaan yang memaksamu untuk menjadi demikian, dan kalau kamu tak juga dewasa di usiamu yang makin menua, mungkin kamu terlalu memanjakan dirimu sendiri. Kamu mau mengasuh bayi tua di sisa umur kamu? Ndak tho?”

Saya : “cowok plin-plan?”

Bapak :”cowok plin-plan itu memutuskan jenis kelaminnya saja bingung,Laki-laki itu harus tegas, kalo mencla-mencle namanya banci. Suruh dia jadi tegas dulu baru temui kamu lagi”

That’s why i love my dad so much....he knows what the best things for his only daughter

Minggu, 06 Maret 2011

Growing Up With Harry

Di tengah kecemasan sebagian besar pecinta film Indonesia bahwa kita tidak akan pernah bisa menyaksikan akhir kisah Harry potter di layar lebar, saya jadi ingin mengenang saat pertama kali saya berkenalan dengan seorang penyihir muda yang kemudian mengajarkan banyak hal, termasuk di antaranya adalah berani untuk membaca buku tebal ratusan halaman...


Saya kenal Harry Potter bertahun lalu saat masih putih abu-abu tahun pertama, Tahun 2000. Saya pertama melihatnya di bawah meja, saat seorang teman sekelas diam-diam membacanya di tengah jam pelajaran. Saya tak lantas jatuh hati padanya. Rasa penasaran saya baru terlecut saat saya membaca resensi buku ini di Kompas. Siapa JK Rowling yang tiba-tiba begitu ramai dibicarakan??

Saya pergi ke Gramedia, nekat menghabiskan 25 ribu rupiah uang jajan saya (yang sangat banyak bagi seorang anak SMA kelas satu tahun 2000) untuk membeli sebuah buku yang bahkan saya tak tahu tentang apa. Harry Potter and the Sorcerers Stone, judul lengkap buku yang sudah resmi jadi milik saya. cover depannya seorang anak laki-laki kecil naik sapu dan menangkap sebuah bola emas terbang. Halaman belakangnya bergambar kakek tua memakai jubah ungu berbintang-bintang dengan janggut luar biasa panjang yang di kemudian hari saya kenal sebagai Albus Percival Dumbledore.

Bab-bab pertama buku ini terasa aneh bagi saya. Saya tak langsung menyukai Harry at the first sight. Saya curiga Harry ini anak keturunan setan atau apalah. Terlebih setelah Hagrid datang dan memperkenalkan pada Harry (dan juga saya) tentang sebuah dunia bernama dunia sihir. Saya baru menghilangkan semua rasa curiga saya pada Harry setelah dia datang ke Hogwarts, berkenalan dan lantas bersahabat dengan Ronald Weasley dan Hermione Granger. Harry sedikit banyak adalah kami juga para pembacanya. Dia memang pahlawan dunia sihir karena mampu memusnahkan Voldemort, tapi toh tidak membuatnya jadi penyihir jenius yang dengan seketika mampu memahami semua pelajaran di Hogwarts, dia unggul di beberapa pelajaran tapi juga lemah di beberapa yang lain. Dia punya guru idola sekaligus punya guru yang sangat dia benci. Kami juga mengalaminya kan??
Tahun-tahun berlalu, saya lulus SMA. Saya masuk kuliah. Lulus, lantas bekerja. Buku-bukunya yang kedua dan seterusnya makin tebal (dan makin mahal) tapi nekat saya bawa ke asrama kampus, sembunyi-sembunyi saya bawa dalam tas saat saya berangkat dari rumah menuju kampus baru saya. Dia berdampingan dengan buku kalkulus, dan mikroekonomi yang tak kalah tebal di rak meja belajar.

Film pertamanya rilis tahun 2001. Menampilkan sosok-sosok dalam buku menjadi figur nyata tiga dimensi. Jadilah hingga kini saat kembali membaca bukunya Harry menjadi Daniel Radclife, Ron identik dengan Rupert Grint dan Hermione secantik Emma Watson.

Saya tumbuh bersama Harry. Dia naik kelas, begitupun saya. Dia jatuh cinta, saya juga. Dia berkabung saat Sirius Black dan Dumbledore meninggal, saya menangis sesenggukan karenanya. Dan tibalah waktunya bagi saya untuk mengucapkan selamat tinggal pada Harry saat saya menamatkan halaman terakhirnya di buku ketujuh, Harry Potter and the Deathly Hollows, Januari 2008. Hanya butuh lima hari untuk menamatkan ke 1080 lembar halamannya. Rasanya janggal dan kosong. Rasanya tidak ada lagi yang perlu saya tunggu. Seperti melepas seorang sahabat yang akan memulai hidup barunya di tempat lain yang sangat jauh yang tak akan mungkin saya jangkau (JK Rowling memang tidak akan pernah melanjutkan buku ini).

Kadang-kadang, sampai saat ini saya masih merindukan Waiting Moments saat saya menunggu hari (selalu hari minggu) dimana saya akan pergi ke toko buku tepat jam 10 pagi untuk membeli Harry Potter terbaru. Hari-hari singkat yang saya habiskan untuk menamatkan bukunya (tak pernah lebih dari seminggu) dan hari-hari selanjutnya yang saya gunakan untuk membaca ulang untuk kesekian kalinya.

Saya tak tahu apa saya akan pernah merasakan lagi sensasi menemukan buku seperti saat saya menemukan Harry, ketujuh bukunya akan tetap saya simpan. Saya akan pinjamkan pada orang-orang yang menghargai karya ini sama seperti saya menghargainya. Saya akan perkenalkan Harry pada anak-anak saya suatu hari nanti, dan tahu bahwa mereka juga akan menyayangi Harry seperti saya menyayanginya.

Senin, 21 Februari 2011

Cin(T)a (Ternyata berbeda itu yang bikin film ini Indah)

(2009, Sembilan Matahari Film, played by : Sunny Soon dan Saira Jihan. Directed by : Sammaria Simanjuntak)

Saya pernah beberapa kali denger tentang film ini, saya pikir ceritanya akan sedikit vulgar dan absurd seperti: ‘Mereka bilang saya monyet’ atau ‘Babi yang Ingin Terbang’..yeah kind of that indie movie lah...film-film yang cuma dimengerti oleh orang ber-IQ 140 ke atas atau yang bikin film itu sendiri. Tapi ternyata pendapat saya salah. Film ini manis...dengan caranya sendiri. Bukan jenis film dengan ending happily ever afternya Cinderela juga sih, ga ada lah pelukan bahagia sepasang kekasih di sebuah jembatan atau terminal keberangkatan bandara.


Cin(T)a bercerita tentang seorang mahasiswa baru ITB bernama Cina (lucu juga alasan kenapa dia dinamakan Cina : “Bapak aku mau kasih nama cina (nama pake marga cina gitu kali maksudnya), tapi sama petugas pembuat aktenya dibuatkan namaku CINA” ) seorang Batak Cina kristen yang jatuh cinta pada Anisa, gadis jawa, muslim, cantik, artis dan kakak tingkatnya di arsitektur. Cinta mereka bergulir indah di atas semua perbedaan itu, dialog-dialog cerdas mengalir di antara keduanya. Walau kadang suka terganggu dengan kualitas audio film ini. Percakapan keduanya kadang susah didengar karena musik yang melatari terlalu kencang.

Selama nyaris 90 menit, Cina (diperankan dengan baik oleh Sunny Soon) mengubah opini saya tentang etnis Tionghoa di Indonesia. Sebelum nonton film ini saya selalu berstereotype kalo warga keturunan tu eksklusif, tajir, pelit, sombong, belagu, cenderung hanya mau bergaul dengan golongannya sendiri. Tapi Cina membuktikan kalo ada warga keturunan yang down to earth, sangat nasionalis (dia memasang garuda pancasila di kamarnya), dan ramah. I do really love Cina in this movie.

Pada akhirnya kisah cinta ini memang tak berakhir bahagia, tapi sedikit membuka mata saya bahwa cinta tu ngga pernah salah, toh memang cinta tidak harus berakhir dalam sebuah institusi bernama pernikahan. Love is beautiful in many ways..

Mari Coba Berhitung

Mari coba berhitung
Sudah berapa lama sejak aku pertama kali memperkenalkan namaku padamu?
Dan menyentuhkan jari-jariku di tanganmu?
Tak lebih dari satu catur wulan
Sudah berapa pertemuan yang pernah kita lakukan?
Tak lebih dari hitungan sepuluh jari
Berapa banyak kita bertemu hanya berdua saja?
Satu kali dan tak pernah lagi itupun tak lebih dari 5 menit saja
Berapa kali kamu meneleponku hanya untuk menyapa halo?
NOL...
kau bahkan tak pernah ingat menanyakan nomor teleponku
Lalu mengapa hati ini tak juga berhenti untuk jatuh hati padamu
Kau bahkan tak mengingatku sebanyak aku mengingatmu,
Atau kau mungkin memang tak pernah ingat aku
Lalu mengapa aku masih saja banyak berharap padamu
Mengapa tak mudah bagiku untuk menyadari bahwa kau bukan buat aku
Aku jatuh hati dan sungguh tak enak rasanya jatuh cinta sendiri

(buat kamu yang bukan buat aku, karena kamu aku jadi banyak menulis lagi, you’re such a big inspiration, if only you know it)

Rabu, 16 Februari 2011

Pernahkah Kamu Jatuh Cinta?

pernahkah kamu begitu jatuh cinta pada seseorang??
hingga bahkan berjuta tahun kemudian
saat kamu tak lagi bersamanya............................
tiba-tiba
kamu mendengar namanya
dan kamu masih saja merasakan
jantungmu yang terasa meluncur jatuh dari roller coaster
degupnya yang berdetak lebih cepat
kembang api di perut yang tiba-tiba meledak
kenangan-kenangan yang menyambar di kepala
tersipu sendiri, tersenyum sering kali, dan menangis kadang
tapi herannya
rasa sakit itu tak lagi muncul
hanya sedikit sengatan kecil yang membuatmu berjengit sebentar
lalu hilang...
karena toh kamu kini sudah jatuh cinta lagi
dengan dia yang mencintaimu pula
dan kamu seribu kali lebih bahagia
bukankah tak apa jika kamu berulang kali jatuh dan lalu patah hati??
Karena kamu manusia kan??

Sabtu, 12 Februari 2011

It's About You Who FInding Me

Dear Love...
i wish someday, when I already meet you
i will always have this feeling for you
unconditional
unpredictable
happiness
everlasting
Love
I do
Love you always
i'll see you
maybe
one hour from now
one day, one month, one year
dunno
but i'll meet you soon baby